AGAMA ISLAM
“NIAT DAN IKHLAS”
KELOMPOK : 1. ANGGI
INDRAWAN
2.
DICKY
3.
DWI PRIHATINI
4.
RINA
KELOMPOK : III
SEMESTER : 1 (KELAS MINGGU)
NAMA DOSEN : MUCHAMAD ZAENY, SE
STIKOM CIPTA KARYA INFORMATIKA
Jl. Raden Inten II, Duren Sawit Jakarta
Timur. Tlp 021 862644/021 86614332
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
…………..…………………………………………………………………………….
DAFTAR ISI
…………………..…………………………………………………………………………….
BAB I (PENDAHULUAN)
1.1
Latar
Belakang ………………………………………………………………………………….
1.2
Rumusan
Masalah ……………...……………………………………………………………….
1.3
Tujuan
Penulisan ………………….…………………………………………………………….
1.4
Sistematika
Penulisan …………………………………………………………………………..
BAB II (PEMBAHASAN)
2.1
Pengertian
Niat ………………………………………………………………………………….
2.2
Makna
Niat ……………………………………………………………………………………..
2.3
Pengertian
Ikhlas ………………………………………………………………………………..
2.4
Makna
Ikhlas ……………………………………………………………………………………
2.5
Ciri
Orang yang Ikhlas ………………………………………………………………………….
2.6
Penerapan
Niat dan Ikhlas dalam Kehidupan …………………………………………………...
BAB III (PENUTUP)
3.1 Kesimpulan
……………………………………………………………………………………..
3.2 Saran
……………………………………………………………………………………………
3.3 Daftar Pustaka
………………………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama dan manusia memiliki hubungan yang sangat
erat kaitannya, karena agama sangat dibutuhkan oleh manusia agar manusia
memiliki pegangan hidup sehingga ilmu dapat menjadi lebih bermakna, yang dalam
hal ini adalah Islam. Dengan ilmu kehidupan manusia akan bermutu, dengan agama
kehidupan manusia akan lebih bermakna, dengan ilmu dan agama kehidupan manusia
akan sempurna dan bahagia.
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan
yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah “Niat dan Ikhlas”.
Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada:
1. Pengertian dan Makna Niat
Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada:
1. Pengertian dan Makna Niat
2. Pengertian dan Makna Ikhlas
3. Ciri Orang yang Ikhlas
4. Penerapan Niat dan Ikhlas dalam Kehidupan
C. Tujuan Penulisan
Pada dasarnya tujuan penulisan atau penyusunan makalah
Pendidikan agama Islam ini tentang Niat dan Ikhlas terbagi menjadi dua bagian,
yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dalam penulisan atau
penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata
kuliah Pendidikan Agama Islam, dan tujuan khusus dari penulisan makalah ini
adalah untuk membahas tentang niat dan ikhlas dalam kehidupan sehari-hari.
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penyusunan makalah ini dibagi menjadi tiga bagian
utama, yang selanjutnya dijabarkan sebagai berikut :
Bagaian pertama adalah pendahuluan. Dalam bagian ini penyusun
memeparkan beberapa Pokok permasalahan awal yang berhubungan erat dengan
permasalah utama. Pada bagian pendahuluan ini di paparkan tentang latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, sestimatika
penulisan.
Bagian Kedua yaitu pembahasan. Pada bagian ini merupakan bagaian
utama yang hendak dikaji dalam proses penyusunan makalah.
Bagian ketiga yaitu Kesimpulan. Pada Kesempatan ini penyusun
berusaha untuk mengemukakan terhadap semua permasalahan-permasalahan yang
dikemukakan oleh penyusun dalam perumusan masalah.
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERIAN NIAT
Niat adalah amalan hati (amaliyah qolbiyah) sehingga hanya Allah
SWT dan pribadi masing-masing yang tahu soal niat atau motif seseorang dalam
berbuat, beramal, atau beribadah.
Secara bahasa (Arab), niat (نية) adalah
keinginan dalam hati untuk melakukan suatu tindakan. Orang Arab menggunakan
kata-kata niat dalam arti "sengaja".
Terkadang niat juga digunakan dalam pengertian
sesuatu yang dimaksudkan atau disengajakan.
Secara istilah, tidak terdapat definisi khusus
untuk niat. Karena itu, banyak ulama yang memberikan makna niat secara bahasa,
semisal Imam Nawawi yang mengatakan niat
adalah bermaksud untuk melakukan sesuatu dan bertekad bulat untuk
mengerjakannya.”
Mengacu kepada hadits shahih, niat adalah
motivasi, maksud, atau tujuan di balik sebuah perbuatan. Rasulullah Saw
menyatakan, niat menjadi penentu pahala sebuah perbuatan. Jika niatnya karena
Allah, maka pahalanya dari Allah. Jika niatnya bukan karena Allah, atau
disertai motif lain, maka Allah tidak akan menerima amalan itu sebagai ibadah.
إنما الأ عمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى
"Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya dan seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan" (HR Bukhari & Muslim).
Hadits selengkapnya mengisahkan tentang niat seseorang dalam berhijrah. Hijrah termasuk ibadah karena ia perintah Allah SWT. Namun, jika dalam berhijrah ada niat lain, maka hijrah tidak menjadi sebuah ibadah.
إنماالْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ
كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ
وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَاأَوِ امْرَأَةٍ
يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
"Sesungguhnya amal-amal itu bergantung kepada niatnya. Dan setiap orang memperoleh sesuai dengan apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nnya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nnya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang dikejarnya atau wanita yang hendak ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia (niatkan) hijrah kepada nya." (HR. Bukhari-Muslim).
Imam Bukhari menyebutkan hadits ini di awal kitab shahihnya (Shahih Bukhari) sebagai mukaddimah kitabnya. Di sana tersirat bahwa setiap amalan yang tidak diniatkan karena mengharap Allah SWT adalah sia-sia.
MAKNA NIAT
Dalam Islam, niat berfungsi sebagai pembeda
amalan. Niat membedakan antara satu ibadah dengan ibadah lainnya atau
membedakan antara ibadah dengan kebiasaan. Niat juga membedakan tujuan
seseorang dalam beribadah.
Itulah sebabnya, niat menjadi rukun
dan/atau syarat sah semua amal ibadah. Niat menempati posisi pertama dalam
setiap rukun atau syarat sah ibadah.
Allah SWT memerintahkan kita, umat Islam, agar
senantiasa meluruskan niat beribadah hanya karena Allah SWT saja
(ikhlas):
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ
الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ
الْقَيِّمَةِ
"Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." (QS. Al Bayyinah/98:5).
Dalam sebuah riwayat disebutkan, ada dua orang
melakukan shalat, orang yang pertama meraih keridhaan Allah SWT sehingga
dosa-dosanya gugur, sedangkan orang yang kedua mendapatkan kecelakaan dan
kemurkaan Allah Azza wa Jalla karena nifak dan riyâ’nya. Rasulullah Saw bersabda:
مَا مِنْ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلاَةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلاَّ كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنْ الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ
كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ
"Tidak ada
seorang muslim yang kedatangan (waktu) shalat wajib, lalu dia melakukan shalat
wajib itu dengan menyempurnakan wudhu’nya, khusyu’nya dan ruku’nya, kecuali
shalat itu merupakan penghapus dosa-dosa sebelumnya, selama dia tidak melakukan
dosa besar. Dan itu untuk seluruh waktu." (HR. Muslim).
PENGERTIAN IKHLAS
Penyakit yang
sering muncul pada diri kita khususnya penulis adalah ikhlas. Sulit untuk
menambah nikmatnya akan ikhlas. Banyak orang mengatakan saya ikhlas tapi apakah
mereka yang mengatakan ikhlas memang benar - benar ikhlas atau tidak? waallahu
alam (hanya Allah yang tahu) karena ikhlas terletak pada hati kita masing
masing.
Sudahkah kita paham
akan ikhlas? dan Apa pentingnya akan ikhlas?
Dilihat dari kata
ikhlas memang tampak mudah, tapi pada dasarnya sangatlah sulit. karena untuk
melaksanakan ikhlas harus singkron dengan ucapan, hati, tingkahlaku, dan gerak
- gerik kita terhadap apa yang kita hadapi. kalau hanya sekedar lisan yang
mengatakan ikhlas dan hati mengatakan tidak maka itu namanya bukan ikhlas, tapi
dusta atau bohong. kenapa saya katakan bohong karena sudah membohongi diri
sendiri terutama hati kita.
Ikhlas menurut
islam mempunyai arti "secara bahasa adalah bersih dari kotoran dan
menjadikan sesuatu bersih dari segala kotoran." sedangkan secara istilah
"ikhlas adalah Niat mengharap ridho dari Allah semata.
Sebagai mana yang
diterangkan dalam kitab suci al quran (QS Az Zumar : 65), " Jika kamu
mempersekutukan (Rabb), Niscaya akan hapuslah amalmu". dari sini sudah
jelas akannya perintah Allah untuk Ikhlas jika menjalankan sesuatu dan jangan
minta imbalan sekecil apapun tulus dengan niat ibadah ( Lillahita'ala).
Kenapa Allah
memerintahkan untuk ikhlas? jika kita tidak mendasari suatu hal dengan ikhlas
maka akan timbul permasalahan baru yaitu takabur/sombong, jika sudah sombong
maka kita akan terjerumus dalam hal yang tidak baik, karena sombong adalah
sifatnya saitan, “barang siapa yang sombong maka dia adalah salah satu
pengikutnya saitan”, (naudzubillahiminzalik).
MAKNA IKHLAS
Secara bahasa, ikhlas bermakna
bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih tidak kotor. Maka orang yang
ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk Allah saja
dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya
dalam beramal.
Sedangkan secara istilah, ikhlas
berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya
dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang merusak.
Seseorang yang ikhlas ibarat
orang yang sedang membersihkan beras (nampi beras) dari kerikil-kerikil dan
batu-batu kecil di sekitar beras. Maka, beras yang dimasak menjadi nikmat
dimakan. Tetapi jika beras itu masih kotor, ketika nasi dikunyah akan tergigit
kerikil dan batu kecil. Demikianlah keikhlasan, menyebabkan beramal menjadi
nikmat, tidak membuat lelah, dan segala pengorbanan tidak terasa berat.
Sebaliknya, amal yang dilakukan dengan riya akan menyebabkan amal tidak nikmat.
Pelakunya akan mudah menyerah dan selalu kecewa.
Sebagai umat islam
sepatutnya dan seharusnya kita wajib mempercayai adanya Qur'an hadist, karena
dari situ hal - hal yang tidak kita ketahui menjadi kita ketahui.
Sebagaimana sabda
Rasullullah SAW , "Ikhlas dalam beragama cukup bagimu amal yang
sedikit". sedangkan dalam hadist lain Rasullullah SAW bersabda "Sesungguhnya
Allah tidak menerima amal kecuali dilakukan dengan ikhlas dan mengharap
ridha-Nya."
Imam Syafi'i pernah
memberi nasehat kepada seorang temannya “Wahai Abu Musa, jika engkau berijtihad
dengan sebenar benarnya kesungguhan untuk membuat manusia ridha (suka), maka
itu tidak akan terjadi jika demikian, maka ikhlaskan amalmu dan niatmu karena
Allah Azza wa jalla."
Sebagaimana yang
lontarkan Ibnu qoyyim "Amal tanpa keikhlasan seperti musafir yang mengisi
kantong dengan kerikil pasir, memberatkannya tapi tidak bermanfaat" dia
juga mengatakan bahwa "Jika ilmu bermanfaat tanpa amal, maka tidak mungkin
Allah mencela para pendeta ahli kitab. Jika ilmu bermanfaat tanpa keikhlasan,
maka tidak mungkin Allah mencela orang-orang munafik."
Oleh karena itu
orang yang ikhlas maka dia akan mendapatkan ridho dari Allah SWT. Rizki yang
barokah, Ilmu yang barokah, Umur yang barokah, Kesehatan yang barokah adalah
buah dari Ikhlas. Ikhlas sangatlah bermanfaat utuk kelangsungan hidup di dunia
dan akhirat, tanpa ikhlas maka yang kita peroleh hanyalah kehidupan dunia saja.
bukankah kita seorang muslim, wajib hukumnya untuk berbuat ikhlas, karena
segala amal ibadah tidak akan diterima melainkan dengan dibarengi dengan
ikhlas.
Mari kita berlomba
lomba untuk mengasah keikhlasan kita, karena penulis tahu ikhlas susah dan mari
kita bersama - sama untuk berbuat ikhlas untuk kehidupan dunia dan akhirat
kita, semoga Allah meridhoi kita amin.
Dari Sekelumit
pengertian diatas semoga bermanfaat bagi kita semua sebagai acuan untuk lebih
mendekatkan diri pada sang pencipta, penulis akui, penulis juga masih jauh dan
sulit untuk berbuat ikhlas, penulis hanyalah manusia biasa seperti pembaca budiman,
maka penulis minta maaf jika ada kekurangan dan kesalahan dalam kata - kata.
CIRI ORANG YANG IKHLAS
Orang-orang yang ikhlas memiliki
ciri yang bisa dilihat, diantaranya:
1. Senantiasa beramal dan
bersungguh-sungguh dalam beramal, baik dalam keadaan sendiri atau bersama orang
banyak, baik ada pujian ataupun celaan. Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, “Orang
yang riya memiliki beberapa ciri; malas jika sendirian dan rajin jika di
hadapan banyak orang. Semakin bergairah dalam beramal jika dipuji dan semakin
berkurang jika dicela.”
Perjalanan waktulah yang akan
menentukan seorang itu ikhlas atau tidak dalam beramal. Dengan melalui berbagai
macam ujian dan cobaan, baik yang suka maupun duka, seorang akan terlihat
kualitas keikhlasannya dalam beribadah, berdakwah, dan berjihad.
Al-Qur’an telah menjelaskan sifat
orang-orang beriman yang ikhlas dan sifat orang-orang munafik, membuka kedok
dan kebusukan orang-orang munafik dengan berbagai macam cirinya. Di antaranya
disebutkan dalam surat At-Taubah ayat 44-45, “Orang-orang yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut)
berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang
bertakwa. Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang
yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hati mereka ragu-ragu,
karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya.”
2. Terjaga dari segala yang
diharamkan Allah, baik dalam keadaan bersama manusia atau jauh dari mereka.
Disebutkan dalam hadits, “Aku beritahukan bahwa ada suatu kaum dari umatku
datang di hari kiamat dengan kebaikan seperti Gunung Tihamah yang putih, tetapi
Allah menjadikannya seperti debu-debu yang beterbangan. Mereka adalah
saudara-saudara kamu, dan kulitnya sama dengan kamu, melakukan ibadah malam
seperti kamu. Tetapi mereka adalah kaum yang jika sendiri melanggar yang
diharamkan Allah.” (HR Ibnu Majah)
Tujuan yang hendak dicapai orang
yang ikhlas adalah ridha Allah, bukan ridha manusia. Sehingga, mereka
senantiasa memperbaiki diri dan terus beramal, baik dalam kondisi sendiri atau
ramai, dilihat orang atau tidak, mendapat pujian atau celaan. Karena mereka
yakin Allah Maha melihat setiap amal baik dan buruk sekecil apapun.
3. Dalam dakwah, akan terlihat
bahwa seorang dai yang ikhlas akan merasa senang jika kebaikan terealisasi di
tangan saudaranya sesama dai, sebagaimana dia juga merasa senang jika
terlaksana oleh tangannya.
Para dai yang ikhlas akan
menyadari kelemahan dan kekurangannya. Oleh karena itu mereka senantiasa
membangun amal jama’i dalam dakwahnya. Senantiasa menghidupkan syuro dan
mengokohkan perangkat dan sistem dakwah. Berdakwah untuk kemuliaan Islam dan
umat Islam, bukan untuk meraih popularitas dan membesarkan diri atau lembaganya
semata.
PENERAPAN NIAT DAN IKHLAS DALAM KEHIDUPAN
Banyak aktivitas sehari-hari yang
dalam prakteknya sudah lolos menjadi amaliah yang ikhlas. Dan
berbahagialah mereka yang sudah dapat menerapkan aktivitas-aktivitas yang sudah
tergolong sebagai amaliah mukhlis. Pertama,
ikhlas itu misalkan, ketika suatu kritik atau fitnah itu datang, hal itu tetap
tidak membuat kita kendor dalam melakukan amal-amal juga tidak membuat amaliah
kita punah. Jalan terus menuju Allah di balik rintangan yang seperti apapun.
Kedua, ikhlas juga terlihat pada
aktivitas, misalkan tidak sebanding antara usaha dengan harapan, ia tidak
membuat kita menyesali amal dan tenggelam dalam kesedihan.
Ketiga, ikhlas juga tampak
bekasnya, misalnya ketika amal tidak bersambut apresiasi yang sebanding, tidak
membuat kita urung bertanding dalam kehidupan.
Keempat, ikhlas itu ketika niat
baik yang sudah berbarengan dengan aktivitas di lapangan disambut dengan
berbagai prasangka, maka kita tetap berjalan dalam berbuat dengan tanpa
berpaling muka.
Kelima, ikhlas itu misalkan suatu
perbuatan baik ketika sepi atau ramai, sedikit atau banyak, menang atau kalah,
ketulukan diri tetap pada jalan lurus dan terus melangkah ke tujuan yang
digariskan.
Keenam, sosok ikhlas itu ketika
diri anda lebih mempertanyakan: apa amal kita dibanding dengan posisi diri
kita, apa peran kita dibanding dengan kedudukan kita, apa tugas kita dibanding
dengan jabatan kita, dan lain-lain.
Ketujuh, ikhlas itu ketika tengah
terjadi ketersinggungan pribadi, ia tidak membuat diri kita keluar dari barisan
dan merusak tatanan.
Kedelapan, ikhlas itu juga:
ketika posisi kita di atas tidak membuat kita jumawa, dan ketika posisi kita di
bawah tidak membuat kita ogah bekerja.
Kesembilan, ikhlas itu: ketika
diri khilaf, mendorong diri minta maaf, ketika salah mendorong kita berbenah,
dan ketika ketinggalan mendorong kita mempercepat tindak laku kita.
Kesepuluh, ikhlas itu: ketika
diperbuat kebodohan orang lain terhadap kita, tidak kita balas dengan kebodohan
kita terhadapnya, ketika kezhaliman terjadi terhadap kita maka tidak kita balas
dengan kezhaliman juga terhadapnya.
Kesebelas,
ikhlas itu: ketika kita bisa menghadapi wajah marah dengan senyum ramah, kita menghadapi kata kasar dengan jiwa besar, ketika kita hadapi dusta dengan menjelaskan fakta.
Keduabelas,
ikhlas itu: mudah diucapkan, dan sulit diterapkan, namun tidaklah mustahil
untup diusahakan.
Ikhlas yang sudah menyebar dalam
bahasa pergaulan di atas, bisa diperpanjang dalam deretan ungkapan aktivitas
panjang sejalan dengan berkembangnya keadaan. Pendek kata, ikhlas itu mesti
diwujudkan lillah agar aktivitas menjadi penyebab kita untuk menjadi penghuni
surga di negeri akhirat yang akan datang. Insya Allah (Erfan Subahar)
Dalam Hal Apa Kita Harus Ikhlas ?
Sebagian manusia
menyangka bahwa yang namanya keikhlasan itu hanya ada dalam perkara-perkara
ibadah semata seperti sholat, puasa, zakat, membaca al qur’an , haji dan
amal-amal ibadah lainnya. Namun ukhti muslimah, ketahuilah bahwa keikhlasan
harus ada pula dalam amalan-amalan yang berhubungan dengan muamalah. Ketika
engkau tersenyum terhadap saudarimu, engkau harus ikhlas. Ketika engkau
mengunjungi saudarimu, engkau harus ikhlas. Ketika engkau meminjamkan saudarimu
barang yang dia butuhkan, engkau pun harus ikhlas. Tidaklah engkau lakukan itu
semua kecuali semata-mata karena Allah, engkau tersenyum kepada saudarimu bukan
karena agar dia berbuat baik kepadamu, tidak pula engkau pinjamkan atau
membantu saudarimu agar kelak suatu saat nanti ketika engkau membutuhkan
sesuatu maka engkau pun akan dibantu olehnya atau tidak pula karena engkau
takut dikatakan sebagai orang yang pelit. Tidak wahai saudariku, jadikanlah
semua amal tersebut karena Allah.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Ada seorang laki-laki yang
mengunjungi saudaranya di kota lain, maka Allah mengutus malaikat di
perjalanannya, ketika malaikat itu bertemu dengannya, malaikat itu bertanya,
“Hendak ke mana engkau ?” maka dia pun berkata “Aku ingin mengunjungi saudaraku
yang tinggal di kota ini.” Maka malaikat itu kembali bertanya “Apakah engkau
memiliki suatu kepentingan yang menguntungkanmu dengannya ?” orang itu pun
menjawab: “Tidak, hanya saja aku mengunjunginya karena aku mencintainya karena
Allah, malaikat itu pun berkata “Sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk
mengabarkan kepadamu bahwa sesungguhnya Allah mencintaimu sebagaimana engkau
mencintai saudaramu itu karena-Nya.” (HR.
Muslim)
Perhatikanlah hadits
ini wahai ukhti, tidaklah orang ini mengunjungi saudaranya tersebut kecuali
hanya karena Allah, maka sebagai balasannya, Allah pun mencintai orang
tersebut. Tidakkah engkau ingin dicintai oleh Allah wahai ukhti ?
Dalam hadits lain,
Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam bersabda, “Tidaklah engkau menafkahi keluargamu
yang dengan perbuatan tersebut engkau mengharapkan wajah Allah, maka
perbuatanmu itu akan diberi pahala oleh Allah, bahkan sampai sesuap makanan
yang engkau letakkan di mulut istrimu.” (HR
Bukhari Muslim)
Renungkanlah sabda
beliau ini wahai ukhti, bahkan “hanya” dengan sesuap makanan yang seorang suami
letakkan di mulut istrinya, apabila dilakukan ikhlas karena Allah, maka Allah
akan memberinya pahala. Bagaimana pula dengan pengabdianmu terhadap suamimu
yang engkau lakukan ikhlas karena Allah ? bukankah itu semua akan mendapat
ganjaran dan balasan pahala yang lebih besar? Sungguh merupakan suatu
keberuntungan yang amat sangat besar seandainya kita dapat menghadirkan
keikhlasan dalam seluruh gerak-gerik kita.
Berkahnya Sebuah Amal yang Kecil Karena Ikhlas
Sesungguhnya yang
diwajibkan dalam amal perbuatan kita bukanlah banyaknya amal namun tanpa
keikhlasan. Amal yang dinilai kecil di mata manusia, apabila kita melakukannya
ikhlas karena Allah, maka Allah akan menerima dan melipat gandakan pahala dari
amal perbuatan tersebut. Abdullah bin Mubarak berkata, “Betapa banyak amalan yang kecil
menjadi besar karena niat, dan betapa banyak pula amal yang besar menjadi kecil
hanya karena niat.”
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Seorang laki-laki melihat dahan
pohon di tengah jalan, ia berkata: Demi Allah aku akan singkirkan dahan pohon
ini agar tidak mengganggu kaum muslimin, Maka ia pun masuk surga karenanya.” (HR. Muslim)
Lihatlah betapa
kecilnya amalan yang dia lakukan, namun hal itu sudah cukup bagi dia untuk
masuk surga karenanya. Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Dahulu ada seekor anjing yang
berputar-putar mengelilingi sumur, anjing tersebut hampir-hampir mati karena
kehausan, kemudian hal tersebut dilihat oleh salah seorang pelacur dari bani
israil, ia pun mengisi sepatunya dengan air dari sumur dan memberikan minum
kepada anjing tersebut, maka Allah pun mengampuni dosanya.” (HR Bukhari Muslim)
Subhanallah, seorang
pelacur diampuni dosanya oleh Allah hanya karena memberi minum seekor anjing,
betapa remeh perbuatannya di mata manusia, namun dengan hal itu Allah
mengampuni dosa-dosanya. Maka bagaimanakah pula apabila seandainya yang dia
tolong adalah seorang muslim ? Dan sebaliknya, amal perbuatan yang besar nilainya,
seandainya dilakukan tidak ikhlas, maka hal itu tidak akan berfaedah baginya.
Dalam sebuah hadits dari Abu Umamah Al Bahili, dia berkata: Seorang laki-laki
datang kepada Rasulullah dan bertanya: “Wahai
Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang berperang untuk
mendapatkan pahala dan agar dia disebut-sebut oleh orang lain?” maka Rasulullah pun menjawab: “Dia tidak mendapatkan apa-apa.” Orang itu pun mengulangi pertanyaannya
tiga kali, Rasulullah pun menjawab: “Dia
tidak mendapatkan apa-apa.” Kemudian
beliau berkata: “Sesungguhnya
Allah tidak akan menerima suatu amalan kecuali apabila amalan itu dilakukan
ikhlas karenanya.” (Hadits
Shahih Riwayat Abu Daud dan Nasai). Dalam hadits ini dijelaskan bahwa seseorang
yang dia berjihad, suatu amalan yang sangat besar nilainya, namun dia tidak
ikhlas dalam amal perbuatannya tersebut, maka dia pun tidak mendapatkan balasan
apa-apa.
Buah dari Ikhlas
Untuk mengakhiri
pembahasan yang singkat ini, maka kami akan membawakan beberapa buah yang akan
didapatkan oleh orang yang ikhlas. Seseorang yang telah beramal ikhlas karena
Allah (di samping amal tersebut harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam),
maka keikhlasannya tersebut akan mampu mencegah setan untuk menguasai dan
menyesatkannya. Allah berfirman tentang perkataan Iblis laknatullah alaihi yang artinya: Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan
menyesatkan mereka semuanya, Kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara
mereka.” (Qs. Shod: 82-83).
Buah lain yang akan didapatkan oleh orang yang ikhlas adalah orang tersebut
akan Allah jaga dari perbuatan maksiat dan kejelekan, sebagaimana Allah
berfirman tentang Nabi Yusuf yang artinya “Demikianlah,
agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf
itu termasuk hamba-hamba Kami yang ikhlas. “ ( Qs. Yusuf : 24). Pada ayat ini Allah
mengisahkan tentang penjagaan Allah terhadap Nabi Yusuf sehingga beliau
terhindar dari perbuatan keji, padahal faktor-faktor yang mendorong beliau
untuk melakukan perbuatan tersebut sangatlah kuat. Akan tetapi karena Nabi
Yusuf termasuk orang-orang yang ikhlas, maka Allah pun menjaganya dari
perbuatan maksiat. Oleh karena itu wahai ukhti, apabila kita sering dan
berulang kali terjatuh dalam perbuatan kemaksiatan, ketahuilah sesungguhnya hal
tersebut diakibatkan minim atau bahkan tidak adanya keikhlasan di dalam diri
kita, maka introspeksi diri dan perbaikilah niat kita selama ini, semoga Allah
menjaga kita dari segala kemaksiatan dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang
ikhlas. Amin ya Rabbal alamin.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Demikianlah yang
dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan dalam makalah ini,
tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan
kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya dengan makalah
ini Penulis banyak berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan kritik
saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi penulis para pembaca khusus pada penulis. Aamiin
SARAN
Meskipun penulis
menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini tetapi kenyataannya
masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih
minimnya pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan
kedepannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Syaikh.,
M., 2007., Pengertian Ikhlas. http://almanhaj.or.id. Diakses pada tanggal 10 Oktober
2016
Samin., B., 2008., Tiga Ciri
Orang Ikhlas. http://www.dakwatuna.com. Diakses pada tanggal 11
Oktober 2016
Risalah., I., 2013., Inginkah Anda
Menjadi Orang yang Ikhlas. http://www.risalahislam.com. Diakses pada tanggal
12 Oktober 2016
Abu., U., 2015., Yang Terlupa
dari Keikhlasan. www.muslimah.or.id. Diakses pada tanggal
12 Oktober 2016
z.rpj10@gmail.com
semoga bermanfaat bagi agan . ^_^